Sabtu, 13 Juni 2020

Pengertian Fungsi Dan Bentuk Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan

PENGERTIAN FUNGSI DAN BENTUK EVALUASI PEMBELAJARAN / PENDIDIKAN

Pengerttian Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan yaitu evaluasi terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam sebuah acara. Pada­nan kata penilaian yaitu assessment yang berdasarkan Tardif et. al. (1989), bermakna: proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang capai seorang siswa sesuai dengan standar yang sudah dite kan. Selain kata penilaian dan assessment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita y tes, cobaan, dan ulangan.

Istilah THB (Tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Bela adalah alat-alat ukur yang banyak dipakai untuk menen taraf keberhasilan suatu proses mengajar-berguru (teaching-learn process) atau untuk memilih taraf keberhasilan suatu pro pengajaran. Sementara itu, istilah penilaian biasanya digunakan un menganggap hasil pembelajaran para siswa pada simpulan jenjang pendi tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir dan Evaluasi Be lajar Tahap Akhir Nasional (EBTA dan EBTANAS).

Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan. Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil berguru itu, pada dasarnya ialah proses penyusunan deskripsi  baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Namun perlu dimengerti bahwa, pada umumnya pelaksanaan penilaian condong bersifat kuantitatif, lantaran penggunaan simbol angka atau skor memilih kualitas keseluruhan kinerja akademik siswa. Walaupun begitu, guru yang piawai dan profesional berupaya mencari tips penilaian yang lugas, tuntas, dan mencakup luruh kesanggupan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

a. Tujuan Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan
Pertama, untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah diraih oleh siswa dalam sebuah masa waktu proses belajar tertentu. Hal ini bermakna dengan penilaian guru dapat mengenali pertumbuhan pergantian tingkah laris siswa selaku hasil proses mencar ilmu dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan pembantu aktivitas belajar siswanya itu.

Kedua, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil penilaian itu mampu dijadikan guru sebagai alat penetap apakah siswa tersebut ternasuk klasifikasi cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kesanggupan belajarnya.

Ketiga, untuk mengenali tingkat usaha yang dilaksanakan siswa dalam berguru. Hal ini berarti bahwa dengan penilaian, guru akan da­pat mengetahui gambaran tingkat perjuangan siswa. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan adanya tingkat usaha yang efisien, sedang­kan hasil yang buruk ialah cerminan perjuangan yang tidak efisien.

Keempat, untuk mengenali hingga sejauh mana siswa sudah  mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kesanggupan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan berguru. Jadi, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru selaku gambaran realisasi pemanfaatan kecer­dasan siswa.

Kelima, untuk mengenali tingkat daya guna dan hasil guna tata cara mengajar yang telah dipakai guru dalam proses mengajar­mencar ilmu (PMB). Dengan demikian, jika sebuah metode yang dig,unakan guru tidak mendorong munculnya prestasi berguru siswa yang membuat puas, guru seyogianya mengganti sistem tersebut atau mengkombinasikannya dengan tata cara lain yang harmonis.

b.  Fungsi Evaluasi
Di samping memiliki tujuan, penilaian mencar ilmu juga memiliki fungsi-fungsi sebagaimana tersebut di bawah ini.
·            Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku  raport.
·            Fungsi penawaran spesial untuk memutuskan kenaikan atau kelulusan.
·            Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesusahan berguru si dan merencanakan acara remedial teaching (pengaJaran perbaikan)
·            Sebagai sumber data BP yang dapat menyuplai data siswa terte tu yang memerlukan panduan dan penyuluhan (BP).
·            Sebagai materi pendapatpengembangan pada periode y akan datang yang mencakup pengembangan kurikulum, met dan alat-alat PBM.

Selanjutnya, selain memiliki fungsi-fungsi mirip di atas, evaluasi juga mengandung fungsi psikologis yang cukup signifikan bagi siswa maupun guru dan orangtuanya. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk menanggulangi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menganggap kemampuan dan pertumbuhan diri sendiri. Dengan mengenali taraf kemampuan dan perkembangan dirinya sendiri, siswa mempunyai self-consciousness, kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi dirinya, dan juga metacognitive, pengetah yang benar mengenai batas kemampuan akalnya sendiri (Mulcah et a1,1991). Dengan demikian, siswa dibutuhkan mampu menentukan posisi dan statusnya secara tepat di antara teman-sobat dan masyarakatnya sendiri.

Di samping itu, penilaian prestasi belajar sudah pasti juga berfungsi selaku fasilitas pemenuhan ketentuan konstitusional UUSPN/ 1989 Bab XII Pasa143 yang berbunyi: "Terhadap acara dan pertumbuhan berguru akseptor bimbing dikerjakan evaluasi".

c. Ragam Evaluasi
Pada prinsipnya, penilaian hasil berguru merupakan aktivitas be­rencana dan berkelanjutan. Oleh alasannya adalah itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pre-test dikerjakan guru secara rutin pada setiap akan memulai penghidangan bahan gres. Tujuannya, yakni untuk mengidentifikasi taraf wawasan siswa perihal bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.

Post-test yaitu kebalikan dari pre-test, ialah aktivitas penilaian yang dikerjakan guru pada setiap final penghidangan bahan. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang sudah diajarkan. Evaluasi ini juga berjalan singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.

2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sungguh mirip dengan pre test. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi pengu­asaan penjumlahan bilangan sebelum mengawali pelajaran perkalian bilangan, alasannya penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dikerjakan sehabis tamat penghidangan sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bab-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang sudah membuat siswa menerima kesusahan.

4.      Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini dilaksanakan pada setiap final penyajian satu pelajaran atau modul. Tujuannya yaitu untuk menemukan umpan balik yang mirip dengan penilaian diagnostik, ialah untuk mendiagnosis (mengenali penyakit/kesulitan) kesulitan mencar ilmu siswa. Hasil diagnosis kesusahan berguru tersebut digunakan sebagai materi pera bangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).

5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dilaksanakan untuk mengukur kinerj akademik atau prestasi berguru siswa pada final masa pelak acara pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap semester atau tamat tahun anutan. Hasilnya dijadikan materi lapo resmi mengenai kinerja akademik siswa dan materi penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.

d. Ragam Alat Evaluasi
Secara garis besar, ragam alat evaluasi terdiri atas dua maca bentuk, ialah: 1) bentuk obyekti dan 2) bentuk subyektif. Bentuk obyektif biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk alternatif tanggapan, pengisian titik-titik, dan pencocokan satu pernyataan dengan pernyataan lamnya.

1)    Bentuk Obyektif
Bentuk ini lazim juga disebut tes obyektif, adalah tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara lugas (seadanya) berdasarkan aliran yang diputuskan sebelumnya Ada lima macam tes yang termasuk dalam penilaian ragam obyektif ini.

a)       Tes Benar-Salah
Tes ini ialah alat penilaian yang paling bersahaja, baik dalam hal susunan item-itemnya, maupun dalam hal cara menjawabnya. Soal­soal dalam tes ini berupa pernyataan yang opsi jawabannya hanya dua macam, yakni "B" kalau pernyataan tersebut benar dan "S" bila salah. Apabila soal-soalnya disusun dalam bentuk pertanyaan, biasanya alternatif balasan yang mesti dipilih adalah "ya" atau "tidak".
Dalam dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah lama ditinggalkan karena dua argumentasi, adalah:
Tes "B-S" tidak menghargai kreativitas nalar siswa alasannya adalah mereka hanya didorong untuk memilih sekenanya salah satu dari dua alternatif yang ada.
Tes "B-S" dalam beberapa sisi tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya.

b)       Tes Pilihan Berganda
Item-item dalam tes pilihan berganda (multiple choice) lazimnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang mampu dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima alternatif jawaban yang mengiringi setiap soal. Cara yang sungguh umum dilaksanakan ialah menyilang (X) salah satu huruf a, b, c, d, atau e yang merupakan alternatif balasan yang benar.

Contoh:
Sila keberapakah yang melarang kita menganut paham ateisme?
a. Sila kesatu        b. Sila kedua       c. Sila ketiga
                d. Sila keempat     e. Sila kelima

Pada zaman terbaru sekarang, dunia pendidikan, terutama Barat, sudah mulai meninggalkan tes opsi berganda kecuali unt kebutuhan-keperluan di luar pengukuran prestasi berguru. Alasan-alasan ditinggalkannya jenis tes ini ialah:
·             kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan karsa siswa, karena dia hanya merasa disuruh berspekulasi, yakni menebak tanggapan secara untung-untungan;
·             sering terdapat dua balasan (di antara empat atau lima alterna­tif) yang identik atau sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif;
·             sering terdapat satu tanggapan yang sungguh menonjol kebenaran­nya, sehingga balasan-balasan yang lain terlalu gampang untuk ditinggalkan.

Namun demikian, sampai batas tertentu tes pilihan berganda masih mampu digunakan untuk menganalisa prestasi mencar ilmu siswa dengan catatan, penyusunannya dikerjakan secara extra cermat. Da­lam hal ini, guru seyogianya berusaha sebaik-baiknya untuk menghin­dari kekurangan-kekurangan di atas.

c)        Tes Pencocokan (Menjodohkan)
Tes pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item-item soal adalah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A (berisi item-item yang ditandai dengan nomor urut 1 sampai 10 dan seterusnya menurut kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai aksara a, b, c, dan seterusnya.

Untuk menjaga mutu reliabilitas dan validitamya, salah satu daf tar instrumen penilaian di atas sebaiknya ditambah sekitar 10% hingga 20%. Dengan demikian, kemungkinan siswa menebak sekenanya pada ketika melaksanakan satu atau dua soal yang terakhir dapat disingkirkan.

d)       Tes Isian
Alat tes isian biasanya berbentuk dongeng atau karangan yang pada bagian-bagian yang menampung perumpamaan atau nama tertentu dikosongkan. Tugas siswa dalam hal ini berpikir untuk menempatkan atau melengkapi kata-kata yang berkaitan dengan karangan tersebut. Lalu kata-kata itu dituliskan pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapat pada badan karangan tadi.

e)       Tes Pelengkapan (Melengkapi)
Cara menyelesaikan tes melengkapi intinya sama dengan cara menyelesaikan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang dipakai sebagai instrumen. Dalam tes melengkapi, kalimat-kalimat yang tersusun dalam bentuk karangan atau dongeng pendek, namun dalam bentuk kalimat-kalimat yang masing-masing bangun sendiri.

2)    Bentuk Subyektif
Alat penilaian yang berupa tes subyektif yaitu alat pengukur prestasi mencar ilmu yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, mirip yang dipakai untuk penilaian obyektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya tanggapan yang diberikan oleh para siswa. Instrumen evaluasi mengambil bentuk essay examination, adalah soal ujian mengharuskan siswa siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.

Banyak ahli menganggap penilaian subyektif itu sulit sekali diandalkan reliabilitas dan validitasnya, sebab subyektivitas guru penilainya lebih menonjol (Suryabrata,1984). Cdntoh; sebuah esai tanggapan yang hari ini diberi nilai 70, mungkin dua ahad yang mau datang, kalau diperiksa lagi akan diberi nilai 60 atau 80. Alasan ini konon menurut hasil penilaian yang dikerjakan lebih dari setengah kurun yang kemudian, antara lain oleh E.W. Tiegs (1939) dan Strach & Elliof (1939).

Namun demikian, menghindari pemakaian tes subyektif (essay test) hanya karena argumentasi subyektivitas guru yakni sebuah tindakan yang berlawanan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Tes esai kini lebih populer di mana-mana khususnya di negara-negara maju, mengingat keunggulannya yang sulit ditandingi utamanya oleh instrumen tes B-S dan pilihan berganda yang sering mendorong siWI bermain tebak-tebakan atau "menjumlah kancing" itu.

Ada beberapa keunggulan tes esai yang secara implisit diak juga oleh  Suryabrata (1984), adalah bahwa:
·          Tes esai tidak cuma bisa mengungkapkan materi hasi balasan siswa
·          namun juga cara atau jalan yang ditempuh untul mendapatkan balasan itu.
·          Tes esai dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif, kritis,; bebas, mandiri, tetapi tanpa melewatkan tanggung jawab.

Mengenai perilaku subyektif guru penilai tidak butuhmenjadi hambatan penggunaan tes ini, alasannya mirip objektivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Alhasil, duduk perkara kita sekarang adalah bagaimana kita mencetak guru-guru profesional dalam arti luas dan komprehensif.

Syarat Alat Evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa yakni menyusun alat penilaian (test instrument) yang cocok dengan kebutuhan, dalam arti tidak menyimpang dari indikator dan jenis prestasi yang dibutuhkan. Mengenai hal ini dapat Anda lihat dalam Tabe17 yang berisi jenis, indikator, dan cara pengukuran prestasi.

Persyaratan pokok penyusunan alat penilaian yang bagus dalam perspektif psikologi mencar ilmu (Thepsychology oflearning) meliputi dua macam, yakni: l) reliabilitas; 2) validitas (Cross, 1974; Barlow,1985; Butler, 1990). Reliabilitas. Secara sederhana, reliabilitas (reliability) mempunyai arti hal tahan uji atau dapat mengemban amanah. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel (reliable) atau tahan uji, bila memiliki konsistensi atau keajegan hasil. Artinya, bila alat itu diujikan terhadap golongan siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi "X", maka prestasi yang serupa atau hampir sama dengan "X" itu mampu pula dicapai golongan siswa tersebut setelah diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu lain.

Validitas. Pada prinsipnya, validitas (validity) memiliki arti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat penilaian dipandang valid (absah) jika dapat mengukur apa yang semestinya diukur. Contohnya, jika suatu alat penilaian bertujuan mengukur prestasi berguru matematika, maka item-item (butir-butir soal) dalam alat itu hendaknya cuma direkayasa untuk mengukur kesanggupan matematis para siswa. ;Kemampuan-kesanggupan iainnya yang tidak berkaitan, seperti ; kesanggupan dalam bidang bahasa dan sebagainya tidak butuhdiukur oleh instrumen evaluasi matematika tersebut.




Sumber https://arenamodel.blogspot.com


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)