Selasa, 16 Juni 2020

Kehidupan Pada Abad Kurun Pleistosen

ILUSTRASI : KEHIDUPAN PADA MASA KALA PLEISTOSEN

Kala Pleistosen adalah suatu abad dalam skala waktu geologi yang berjalan antara 1.808.000 sampai 11.500 tahun yang kemudian. Pleistosen à asal kata pleistos = terlebih –lebih, dan Koinos = gres, mengandung 90-100% bentuk-bentuk sekarang. Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen Tengah, dan Pleistosen Akhir, dan beberapa tahap fauna. Pleistosen mulanya diketahui dengan diluvium, adalah formasi kini (holosen atau aluvium); bermula dari 1.750.000 tahun kemudian dan berakhir hingga 10000 tahun kemudian. periode pertama dalam zaman kuarter, dibawah satuan waktu geologi ini terdapat masa pliosen, dan diatasnya kala holosen. Pada masa pleistosen bumi mengalami beberapa zaman es.


Pada kala Pleistosen banyak bagian dunia dilanda oleh lapisan es yang cukup tebal. Hal itulah yang mengakibatkan migrasi besar-besaran fauna menuju ke daerah yang tidak mampu diraih oleh lapisan es. Zaman es tersebut dibagi menjadi 4, adalah : Zaman es Gunz, Mindel, Riss, dan Wurm. Akibat dari zaman es di dunia ternyata pengaruhnya di Indonesia sungguh terang. Hal ini jelas menyebabkan terjadinya pulau-pulau atau daratan yang relatif lebih luas kalau dibandingkan dengan zaman sebelumnya.

Pada zaman Pleistosen wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi 3 bab, ialah di barat yang merupakan paparan Sunda dan di timur yang merupakan paparan Sahul dengan kedalaman dasarnya hampir merata, sedangkan di tengahnya Sulawesi dan Kalimantan terdiri dari maritim dalam dengan kedalaman yang berlawanan-beda. Batas barat bahari antara dari kawasan Filipina dan Kepulauan Talaud, serta antara Sulawesi dan Kalimantan terus memanjang ke selatan ke daerah sebelah timur Kepulauan Tangean dan pribadi ke selatan pulau Lombok. Garis pantai timur paparan Sunda, kira-kira jatuh bersamaan dengan garis Wallace, ialah sebuah garis batas Zoogeografi yang penting di Indonesia. Sebelah barat garis Wallace ini antara lain termasuk pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan yang faunannya bersifat Asia, sedangkan sebelah timur garis Wallace antara lain Sulewesi, Nusa Tenggara, dan Irian memiliki sifat Australia.

Dengan ditemukannya data-data gres letak garis ini berubah-ubah, adalah yang lalu berkembang menjadi garis Wallace (Huxley), garis Webber (Pelseneer) ataupun garis Webber (keseimbangan fauna), maupun garis batas fauna Australia-Papua. Bagaimanapun perubahannya garis-garis tersebut tetap merupakan batas Provinsi Zoogeografi pada waktu kini sebagai balasan dari penyebaran fauna di zaman Pleistosen melalui daratan-daratan dan jembattan-jembatan daratan pada waktu itu.

Dari penyelidikan yang dilaksanakan pada tahun-tahun yang terakhir terbukti bahwa garis Wallace tidaklah menjadi batas provinsi fauna Pleistosen, akan namun hanya berlaku bagi zaman Holosen. Hal ini terbukti dengan ditemukannya Stegodon rigonocephalus flurensia Hooujer di Flores pada tahun 1957, Stegodon timerensisSartono di pulau Timor pada tahun 1964.

Penyelidikan yang dilaksanakan oleh Dr. R. P. Soejono bekerja sama dengan Prof. Dr. S. Sartono di pulau Sumba pada tahun 1978 sudah ditemukan fosil rahang bawah dari Stegodon. Penyelidikan yang dilakukan pada tahun itu juga di desa Berru, Cabenge, Sulawesi Selatan oleh Rokhus Dua Awe telah didapatkan gigi Stegodon, sedangkan pada tahun sebelumnya ditemukan fosil babi, rusa, kijang, kura-kura dengan diameter 2 meter. Hal-hal tersebut menawarkan bahwa khususnya hewan stegodon yang asalnya dari dari India Utara di kawasan Siwalik melaului Birma dan Malaya tidak hanya berhenti di Jawa sekitar seperti diperkirakan sebelumnya tetapi lewat jembatan daratan di Nusa Tenggara hingga pula di Flores dan Timor bahkan dari utara yang semula diperkirakan berhenti di Kalimantan menerus sampai sampai di Sulawesi Selatan, yang disangka lewat jembatan Birma-Tiongkok lewat Korea, Jepang, Taiwan dan Filipina hingga di Sulawesi.

Apakah spesies-spesies Stegodon dan jenis binatang yang lain, yang lewat jalanan Malaya dan lewat jalan Jepang-Filipina kesudahannya saling bertemu lagi di paparan Sunda, sampai sekarang belum dapat dimengerti dengan pasti.

Dengan lewatnya jaman Wurm, berakhirlah zaman Diluvium, yang kemudian menyusul zaman Holosen, zaman selama insan hidup kini ini ialah sebagian dari zaman holosen, Zaman ini disebut pula post-glasial.

Tanda-tanda yang ditinggalkan oleh zaman es yang terakhir yakni zaman Wurm, paling terperinci dapat dilihat dengan terbentuknya undak-undak sepanjang sungai Bengawan Solo pada daerah penerobosannya melalui Pegunungan Kendeng. Dalam undak-undak tersebut ditemukan fauna Verteberata Ngadong serta manusia purba Homo soloensis yang hidup pada zaman itu di tempat tersebut. Undak-undak sungai itu terjadi sebuah penurunan permukaan air laut, berbarengan dengan pengunduran pantal lautan. Kejadian tersebut menimbulkan juga pengikisan lebih lanjut terhadap paparan sunda dan paparan Sahul yang sebelumnya sudah terkena proses-proses serupa dalam zaman Gunz, Mindel, dan Riss.

Pada zaman post-glasial, es mencair kembali dan akhir dari itu, permukaan air laut menjadi naik termasuk lautan di kepulauan Indonesia.

Hal tersebut menimbulkan pula tergenangnya kembali paparan Sunda oleh Laut Jawa serta laut Cina selatan dan juga terbenamnya paparan Sahul oleh Laut Arafuru dan pula kian dalamnya maritim di kawasan Maluku. Dengan demikian maka daratan-daratan Indonesia yang ada pada waktu zaman es Wurm tepecah-pecah serta terbagi-bagi oleh lautan yang terjadi pada zaman post-glasial sehingga mengakibatkan penyebaran dan membentuk kepulauan Indonesia mirip sekarang ini.

Pada kurun Paleozoikum atas jenis tanah ini mulai muncul sebagai pembentuk kerikil gamping, dan jenis ini meningkat baik pada periode Kaenozoikum, sehingga menjadikan beberapa di antaranya dapat dipergunakan sebagai fosil penunjuk. Beberapa jenis yang termasuk Foraminifera besar antara lain ialah Camerina (Nummulites) yang terdapat pada kala Eosen dan Oligosen. Jenis ini hanya ditemui pada Paleogen, sedangkan pada Neogen jenis ini sudah tidak ada lagi.

Selain itu jenis invertebrata lainnya juga meningkat baik bahkan di beberapa daerah dapat dipergunakan sebagai fosil indeks antara lain di Indonesia. Jenis tersebut termasuklah Mollusca, Coelenterata, danlain2. Khusus untuk binatang Vertebrata mengalami kemajuan pesat, bahkan beberapa di antaranya dapat dilihat adanya evolusi.

Selama kala Pleistosen keluarga gajah tetap memegang peranan penting ditemui di benua Amerika, Eropa dan Asia. Mammuthus arizonae, Mammuthus columbia, Mammuthus imperator, mammuthus americanus, banyak dijumpai sebagai fosil di Amerika, sedang beribu2 fosil gajah didapatkan pula di Siberia dan China. Keluarga kuda dijumpai dalam bentuk kuda poni (kuda kerdil - tidak kurang dari 10 species di Amerika utara. Keluarga kerbau salah satu yang terkenal ialah Bison latifrons hidup di benua Amerika dengan bentang tanduk meliputi kurang lebih 2 meter. Keluarga unta umum didapatkan, sedangkan babi hutan banyak ditemukan di daerah Texas, Mexico, Amerika tengah. Tidak ketinggalan golongan Carnivora mengambil peranan pula selama masa Pleistosen. Felis atrox sebangsa kucing raksasa yang bentuk dan ukurannya sebesar harimau pernah hidup di tempat benua Amerika, Canis dirus, serigala raksasa, diduga Amerika merupakan daerah asal yang lalu mengadakan migrasi ke benua yang lain.

Yang sangat mempesona perhatian yaitu waktu kelahiran manusia di dunia. Genus Australophitecus (humanoid-manlike) yang sudah punah dijumpai selaku fosil pada gua2 watu gamping di Amerika selatan, didapatkan oleh Prof. Dart & Prof. Le Gros Clark bersama2 dengan tulang binatang yang diduga dipergunakan selaku senjata pada dikala itu. (Nama Australophitecus berasal dari kata latin australo = selatan, pithecus = simpanse).

Jenis lain adalah Pithecanthropus (dari bahasa latin pithecos = monyet, anthropos =insan ) untuk pertama kalinya ditemukan pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois di tempat Sangiran sebelah utara Solo, yang kemudian lebih dikenal sebagai Pithecanthropus Erectus. Pada masa ini terjadi kepunahan banyak sekali jenis manusia purba yang mendahuluinya, mirip pithecanthropus erectus. Berita inovasi ini sangat mempesona sehingga antara tahun 1935 sampai tahun 1940 Prof DR GHR von Koeningswald melaksanakan penyelidikan yang teliti. Salah satu penemuannya ialah didapatkannya tengkorak dan bagian tubuh yang lain. Untuk mengenali sejarah kehidupan insan pada saat itu, hingga saat ini observasi terus dilanjutkan.

Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1928 dan 1929 di bersahabat Beijing China, telah didapatkan di dalam gua watu gamping Chou Kou Tien 48 km sebelah selatan Beijing, yang kemudian diketahui selaku Pithecanthropus peninensis. Penemuan yang tidak terhitung nilainya pentingnya adalah didapatkannya Homo Neanderthalensis yang sekarang sudah punah yaitu di bab timur Eropa yang hidup pada zaman es. Tempat inovasi pertama di kawasan lembah Neander erat Dusseldorf, Jerman.

Di pulau Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, masa ini dicirikan dengan aktivitas gunung berapi yang berlangsung hingga kini. Dari abad ini juga dikenal selaku  megaloceros (rusa besar), coelodonta antiquitatis (badak berbulu wol), mammuthus primigenius (mamut), ursus spelaeus (beruang yang hidup dalam gua), smilodon (semacam kucing besar), rusa kutub, bison.

Kala Holosen
Kala Holosen dimulai dari 10.000 tahun yang kemudian hingga sekarang. Nama holosenberasal dari bahasa Yunani ("holos") yang bermakna keseluruhan dan ("kai-ne") yang mempunyai arti gres atau terakhir. Kala ini kadang disebut juga sebagai "Kala Alluvium". Dari kurun ini diperagakan sejarah budaya manusia Zaman Paleolitikum (Zaman Batu purba) sampai Zaman Neolitikum (Zaman Batu gres) yang didapatkan di Punung (Pacitan, Jawa Timur) dan Dago (Bandung, Jawa Barat).



Sumber https://arenamodel.blogspot.com


EmoticonEmoticon